Senin, 01 Februari 2010

GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI

GURU SEBAGAI KUNCI UTAMA DALAM KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
Mengapa Perlu
Kurikulum Berbasis Kompetensi?Ide Lahirnya Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) didasarkan pada pemikiran bahwa bakat dan
kemampuan peserta didik pada tiap jenjang dalam satuan pendidikan berbeda-beda
sehingga diperlukan suatu kurikulum yang memungkinkan setiap anak didik
memiliki kompetensi dasar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.
Kurikulum lama dianggap telah tidak memadai lagi untuk mencapai tujuan
pendidikan modern. Pada dasarnya kurikulum ini hanya dilihat sebagai acuan
dasar yang harus diterjemahkan lebih jauh oleh guru dengan melihat potensi
masing-masing anak. Guru bertindak sebagai fasilitator dengan siswa sebagai
subyek. Siswa harus aktif mempresentasikan ide-idenya, mencari solusi atas
masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah yang harus diambilnya. Dengan
demikian KBK menuntut agar guru
tidak lagi bertumpu pada paradigma lamanya dimana dirinya sebagai pusat
kegiatan dan tujuan perubahan. Tidak ada lagi kegiatan ''talk and chalk'' dan siswa hanya ''sit, listen, and quote''. Ada perubahan mendasar pada konsep,
metode dan strategi dalam mengajar termasuk assesment
(penilaian)-nya.
KBK juga menuntut
guru untuk familiar dengan teknologi informasi, dapat mengakses internet, akrab
dengan ilmu pengetahuhan, teknologi, dan seni, serta memahami hubungan antara
bidang studinya dengan bidang studi lannya terutama pada penerapannya dalam
kehidupan nyata.
Tuntutan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) tersebut tampaknya belum sepenuhnya dapat
terpenuhi. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kenapa hal tersebut tidak
terpenuhi. Dari sekian banyak penyebabnya, berikut dipaparkan secara ringkas
alasan-alasan mendasar kenapa Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) belum dapat berjalan sesuai yang diharapkan.
Mutu
Guru Kendala Terbesar Kurikulum 2004Berdasarkan fakta, mutu guru di Indonesia masih jauh dari
memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam kurikulum
berbasis kompetensi ini. Berdasarkan statistik, 60% guru SD, 40% guru SLTP, 43%
SMA, 34% SMK dianggap belum layak untuk mengajar di jenjang masing-masing.
Selain itu 17,2% guru atau setara dengan 69.477 guru mengajar bukan bidang
studinya. KUALITAS SDM kita adalah urutan 109 dari 179 negara berdasarkan Human Development Index.
Guru-guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan
lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang
digunakan oleh para guru dilapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang
hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir
tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kesulitan utama pada
guru-guru adalah ketidakpahaman mereka mengenai apa dan bagaimana melakukan
evaluai dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola
assesment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata.
Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para
guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses
peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Secara nasional maupun lokal guru tidak ditempatkan
sebagai SDM strategis untuk melakukan perubahan (dibandingkan dengan
negara-negara tetangga sekalipun). Disamping kualitas guru yang masih rendah,
mereka juga masih dibayar rendah - honor guru kontrak masih dibawah UMR.
Sebaliknya di Jepang, meskipun bukan profesi dengan pendapatan tertinggi, guru
adalah warganegara terhormat dimana semua profesi lainnya hormat padanya. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL sebetulnya sudah sangat jelas mengatur bahwa evaluasi hasil
belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik (baca: guru) untuk memantau
proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan.
Bagaimana
Kualitas Guru Yang Dibutuhkan Agar KBK Biukses?
Untuk mencapai itu semua diperlukan guru-guru yang memang
memiliki kualifikasi tinggi pada bidangnya. Syarat utama bagi guru untuk dapat
mengajarkan KBK dengan baik adalah
guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus
benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak
kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten.
Prof. Suyanto Ph.D, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta mengemukakan:
"Guru
harus diajak berubah dengan dilatih terus menerus dalam pembuatan satuan
pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contextual
Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya,
perubahan filosofisnya, dll." Sedangkan Achmad Sapari, Kasi Kurikulum Subdiknas TK/SD
Dindik Kab. Ponorogo mengatakan:
"Guru
harus terus ditingkatkan sensifitasnya dan kreatifitasnya. Sensifitas adalah
kemampuan guru untuk mengembangkan kepekaan-kepekaan paedagogisnya untuk
kepentingan pembelajaran." Mengacu pada kedua pendapat diatas, guru juga harus
memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan
kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan
KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan
melaksanakannya di kelas.
Setelah itu berikan pelatihan tentang KBK ini sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas.
Kalau perlu magangkan mereka ke sekolah-sekolah internasional agar mereka
melihat langsung bagaimana pendekatan competence-
based ini dilakukan di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka
untuk mengembangkan kurikulum.
Jika kesemua guru mendapatkan pemahaman yang mendasar dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagaimana tuntutan KBK itu sendiri, maka dapat dikatakan kualitas guru dalam mengembangkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi cukup
baik, profesional, dan sukses dalam menjalankan tugasnya.

Tidak ada komentar:

Selamat Datang