Senin, 01 Februari 2010

Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Guru

Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Guru

Ada empat komponen utama dalam kurikulum berbasis kompetensi (kbk), di mana yang satu sama lainnya saling berkait. Keempat komponen tersebut adalah: (1) kurikulum dan hasil belajar; (2) pengelolaan kurikulum berbasis sekolah; (3) kegiatan belajar mengajar; dan (4) penilaian berbasis kelas.
Berikut ini adalah contoh proses belajar pada materi pelajaran habitat dalam mata pelajaran Sains atau Ilmu Pengetahuan Alam di kelas IV dengan fasilitas terbatas, tetapi menyenangkan dan menggairahkan. Seluruh sekolah dan guru dapat melaksanakan kegiatan belajar seperti ini.
Dalam pembelajaran tersebut, saya-sebagai guru di kelas IV-bersama siswa mendiskusikan terlebih dahulu apa yang akan dipelajari, yaitu habitat (bagian dari ekosistem). Apa yang dimaksud habitat? Ada yang sudah tahu apa artinya? Anak tentunya akan memberikan jawaban jika memang mereka telah tahu. Namun, jika belum ada yang mengerti, saya sebagai guru tidak akan secara langsung mendeskripsikan pengertian habitat.
Kegiatan berikut adalah membagi mereka dalam kelompok- kelompok dan memberinya seutas tali rafia serta kertas sebagai catatan. Saya akan menuliskan di papan tulis langkah-langkah yang harus siswa lakukan dalam kegiatan belajar mereka dari awal hingga akhir. Setiap kelompok pergi ke lapangan, yang tetap dengan pengawasan dan kontrol saya, dan membuat lingkaran dari tali rafia yang telah diberikan.
Setiap siswa dalam kelompok diminta "menyisir" seluruh lokasi yang ada dalam lingkaran tali rafia tersebut, binatang apa yang tinggal di sana serta mencatatnya. Dua puluh menit setelah aktivitas ini, semua siswa kembali ke kelas untuk kemudian mendiskusikan hasil catatan mereka bersama kelompoknya. Kemudian, saya ajukan kepada mereka pertanyaan-pertanyaan seperti: apa yang kalian telah temukan di dalam lingkaran? Binatang apa saja? Adakah kalian melihat binatang di luar lingkaran? Jadi, apa yang dimaksud dengan habitat?
Ketika akan memberikan pekerjaan rumah (PR), saya meminta seluruh siswa menemukan binatang yang hidup dalam satu lokasi yang ada di seputar tempat tinggalnya. Misalnya, halaman rumahnya, lapangan dekat rumahnya, kebun dekat rumahnya, atau tempat lain yang memungkinkan untuk mereka teliti. Kemudian, mendiskusikan hasil PR tersebut. Jika dalam kelas ada 30 siswa, pada hari tersebut siswa saya akan belajar komunitas makhluk hidup yang tinggal dalam 30 habitat yang berbeda.
Pada contoh itu, saya sebagai guru sangat mengerti sekali aktivitas yang dapat mendorong siswa untuk berpikir dan tertarik untuk terus belajar. Hal ini tidak lain karena kegiatan belajar dilakukan siswa dalam berbagai bentuk sehingga mampu mengakomodasi keberbedaan cara belajar mereka. Juga setiap individu dapat melakukan kerja kelompok dan merekapun melakukannya tidak terbatas hanya di dalam kelas.
SALAH satu faktor penentu keberhasilan dari pelaksanaan KBK di sekolah adalah guru. Itu terutama berupa kompetensi guru dalam menjabarkan isi dokumen yang terdapat di dalam KBK ke dalam bentuk praktik kegiatan belajar di kelas.
Maka, menjadi guru yang profesional-yaitu, guru yang memiliki kinerja tinggi dalam menjalankan amanah keguruannya, yang memiliki kreativitas tinggi, yang selalu memikirkan bagaimana siswanya dapat menguasai ilmu pengetahuan dengan cara siswa dan bukan dengan cara guru, yang menyadari kondisi yang dimiliki olehnya, siswanya, sekolahnya-adalah tanggung jawab kita bersama: kita sebagai guru atau birokrat pendidikan di Indonesia, apa pun levelnya.
Oleh karena itu, hanya dengan menjadikan sosok guru yang benar-benar profesional-dalam arti yang sesungguhnya-merupakan kunci bagi keterlaksanaan KBK. Maka, perlu beberapa usaha yang dapat kita lakukan dalam membangun kompetensi guru yang demikian.
Pertama, kita sebagai guru harus memiliki rasa tidak cepat puas dengan keadaan atau dengan apa yang telah diperoleh, terutama sekali dalam bidang keberhasilan mengajar. Rasa puas akan menjadikan kita sebagai sosok yang kecil di antara arus modernisasi tanpa kita sendiri dapat menyadarinya.
Kedua, kita sebagai guru harus dapat memahami anak sebagai pribadi yang unik, yang satu sama lain memiliki kekuatan dan kecerdasannya masing-masing. Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda (visual, auditory, dan kinestetik) pula. Dengan pemahaman demikian, guru harus selalu melakukan pembelajaran dengan berbagai teknik pembelajaran yang dikuasainya. Selain itu, guru juga memberikan kesempatan belajar kepada anak dalam bentuk kelompok sesering dan semaksimal mungkin.
Ketiga, kita sebagai guru dituntut untuk menjadi pribadi yang fleksibel dan terbuka. Fleksibel menghadapi situasi yang selalu maju dalam dunia pendidikan sehingga kita tidak menjadi jumud. Terbuka dalam menentukan suatu kebenaran. Harus disadari bahwa pada bagian tertentu, siswa kita kadang jauh lebih paham dibandingkan dengan kita. Maka, sikap kita ketika ada satu siswa yang memiliki jawaban berbeda dan tidak sesuai dengan keinginan atau buku paket adalah mengeksplorasi jawaban tersebut dan tidak langsung memberikan penghakiman.
Keempat, kita sebagai kepala sekolah atau pengawas pendidikan harus mampu membangun budaya kerja sama antarsesama guru paralel atau sesama guru mata pelajaran di sekolah atau dalam wilayah tertentu, terutama dalam membuat rencana pembelajaran atau kegiatan yang berkait dengan pembelajaran di sekolah secara reguler. Karena hanya dengan ini beban mereka akan menjadi lebih ringan, selain di antara mereka dapat saling membagi pengetahuan dan pengalaman.

Tidak ada komentar:

Selamat Datang